Film Dokumenter sebagai Media Informasi Tradisi Mabuug-buugan Desa Adat Kedonganan

Film Dokumenter sebagai Media Informasi Tradisi Mabuug-buugan
Desa Adat Kedonganan
Oleh: Kader Pelestari Budaya Kabupaten Badung

            Desa adat Kedonganan merupakan salah satu desa adat yang berada di kecamatan Kuta, kabupaten Badung. Desa Kedonganan memiliki luas wilayah sekitar 1 km2, dengan kepadatan penuduk pada tahun 2009 mencapai 5.097 jiwa dengan 1.072 kepala keluarga. Perkembangan desa adat Kedonganan yang begitu pesat di sektor pariwisata menyebabkan desa ini juga menjadi sasaran para pendatang. Jika dijumlahkan dengan pendatang teregristrasi, total penduduk Kedonganan mencapai 5.639 jiwa atau 1.257 kepala keluarga. Kedonganan adalah sebuah desa pesisir di mana batas barat dan timur desa diapit oleh laut Bali. Sektor perikanan dan kelautan berkembang dengan baik terutama di laut bagian barat. Desa Adat Kedonganan juga memiliki tempat pelelangan ikan (TPI) yang menampung ikan-ikan hasil tangkapan para nelayan. Desa Adat Kedonganan dalam perkembangannya telah mampu membangun ikonnya sendiri sebagai kampung nelayan dengan sentra usaha perikanan dan kelautan terbesar di Bali. Selain itu, Desa adat Kedonganan juga memiliki beberapa warisan – warisan budaya baik berupa tradisi ataupun berupa karya seni. Salah satu tradisi yang menjadi warisan masyarakat desa adat Kedonganan adalah tradisi mabuug-buugan.
            Mebuug-buugan berasal dari kata bug yang berarti tanah atau lumpur, dan bhu yang berarti ada atau terwujud, sehingga berafiliasi menjadi kata bhur yang berarti bumi, tanah, atau pertiwi. Kotoran dalam bentuk tanah atau lumpur ini divisualisasikan sebagai wujud bhuta kala atau roh jahat yang melekat pada diri manusia yang harus dibersihkan. Dalam satu tahun pelaksanaan kegiatan kemanusiaan kita tentunya tidak terlepas dari pikiran, perbuatan, dan tata bicara kita yang kotor dan kita bersihkan dengan catur brata penyepian. Melalui tradisi ini, kotoran kita dalam bentuk tanah atau lumpur dan mebuug-buugan adalah simbol dimana kita melakukan pembersihan diri. Masyarakat desa adat Kedonganan biasanya melakukan tradisi ini sehari setelah hari raya nyepi. Tradisi mabuug-buugan ini sempat hilang atau tidak dilaksanakan beberapa kali, tetapi saat ini tradisi mabuug – buugan ini sudah kembali bangkit dan dilaksanakan sebagaimana mestinya oleh masyarakat desa adat Kedonganan. Walaupun sudah bangkit kembali, masih banyak masyarakat diluar desa adat Kedonganan tidak mengetahui tradisi unik ini, oleh karena diperlukan pembuatan film dokumenter yang bermanfaat untuk menginformasikan kepada masyarakat lain terkait prosesi pelaksanaan tradisi mabuug – buugan tersebut.
Film dokumenter adalah film yang mendokumentasikan kenyataan, fenomena apa yang sedang terjadi di masyarakat dikemas dalam bentuk senatural mungkin. Film dokumenter merepresentasikan kenyataan, artinya film dokumenter berarti menampilkan kembali fakta yang ada dalam kehidupan. Menurut Frank Beaver film dokumenter adalah sebuah film non-fiksi. Film Dokumenter biasanya di-shoot di sebuah lokasi nyata, tidak menggunakan aktor dan temanya terfokus pada subyek–subyek seperti sejarah, ilmu pengetahuan, sosial atau lingkungan. Tujuan dasar pembuatan film dokumenter adalah untuk memberi pencerahan, member informasi, pendidikan, melakukan persuasi dan memberikan wawasan tentang dunia yang kita tinggali.
Pembuatan film dokumenter terdiri dari tahap pra produksi, tahap produksi, dan tahap pasca produksi. Pada tahap pra produksi terdiri dari:
Penentuan Ide
Sebuah ide tidak akan terlihat bagus jika cerita yang disuguhkan dalam film tersebut juga tidak bagus dan menarik. Untuk membuat suatu cerita yang bagus yaitu sangat dibutuhkan struktur cerita yang jelas. Cerita tersebut harus memiliki awalan, nilai tengah dan akhiran.
Tema
Setelah ide terkumpul maka langkah selanjutnya adalah menentukan tema pada suatu cerita.
Logline

Logline atau premis adalah sebuah kalimat yang berisi sinopsis dan sebuah pancingan yang menarik dari sebuah cerita. Tujuan logline adalah untuk memperjelas film yang akan kita buat, sehingga dapat menarik orang untuk melihat film tersebut. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKNA FILOSOFIS DAN TEOLOGIS PADA UPAKARA DAKSINA SERTA UPARENGGA KLANGSAH/KELABANG PADA UPACARA AGAMA HINDU DI BALI

Pelatihan Observasi Bawah Air (OBA): Upaya untuk Melestarikan Ekosistem Perairan Bali

MAKNA UPAKARA CANANG SARI DAN UPARENGGA KELABANG MANTRI