Kajian Kualitatif Terhadap Perkembangan Lagu Pop Bali


Oleh: I Wayan Dalam Ari Kalky
Editor: Ni Wayan Viola Deviyanthi



1.      Pendahuluan
Kata ”lagu” bila didefinisikan secara harfiah adalah serangkaian kata bermakna yang dilafalkan dengan mengikuti suatu irama tertentu. Lagu sendiri diciptakan manusia dengan berbagai tujuan. Tujuan yang dimaksud adalah sebagai berikut.
1)      Pemenuhan kebutuhan estetis
Kebutuhan estetis adalah kebutuhan manusia kepada hal-hal yang bersifat estetika atau keindahan. Kehadiran kebutuhan ini tercipta saat manusia pada masa prasejarah telah hidup menetap dan memiliki tatanan sosial dalam kehidupan kelompoknya. Saat manusia masih hidup berpindah-pindah dan belum memiliki tatanan sosial maka kebutuhan estetis diperkirakan belum muncul. Karena manusia masih mengedepankan kemampuan otaknya untuk sekedar bertahan hidup dari kesulitan alam tempatnya tinggal. Secara umum kehidupan manusia masa itu hanya pada aspek berburu dan meramu. Kehidupan berburu dan meramu adalah kehidupan yang sangat dinamis sehingga aspek estetis yang mengedepankan rasa bukanlah suatu hal yang mendapat perhatian.Aspek estetis bukan tidak mungkin telah muncul dalam diri manusia prasejarah. Namun untuk mengakumulasikan rasa estetis tersebut ke dalam bentuk fisik, gerak dan suara tentunya diperlukan kemampuan otak yang besar. Hasil penelitian paleontologi dan arkeologi menunjukkan bahwa kemampuan seperti itu hanya dapat diakumulasikan oleh otak dengan kadar 600cc – 1200cc. Jenis manusia dengan daya otak seperti itu adalah jenis manusia Homo Sapiens.  Bila mengacu pada kedua konsep tersebut maka lagu di Indonesia diperkirakan telah ada sejak awal masa bercocok tanam yang dimulai sekitar 2000 tahun yang lalu.

2)      Komunikasi
Lagu bagi masyarakat awam lebih dianggap sebagai media hiburan. Anggapan ini tidak sepenuhnya salah, karena apapun fungsi lagu maka lagu tentu mengandung aspek hiburan. Hal ini mengingat tujuan utama dari penciptaan lagu adalah sebagai alat pemenuhan kebutuhan manusia akan keindahan (estetis). Namun sesungguhnya lagu mempunyai peran lebih besar yaitu sebagai media komunikasi baik yang bersifat satu arah maupun dua arah. Lagu sebagai media komunikasi berdasarkan obyek komunikannya dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu sebagai berikut.
(1)   Manusia dengan alam
Lagu tertua dalam sejarah kehidupan manusia bertujuan untuk menjalin komunikasi antara manusia dengan kekuatan alam yang diyakini mempengaruhi kehidupan manusia. Lagu seperti ini umumnya dikenal sebagai doa atau mantra. Doa atau mantra ini dilafalkan dengan mengikuti irama tertentu sehingga dapat dirasakan keindahannya. Keindahan ini merupakan bentuk persembahan dari manusia kepada alam agar alam memberikan kemudahan bagi manusia atau kelompok manusia yang melafalkan suatu doa atau mantra. Bila mengacu kepada sejarah perkembangan religi manusia maka pada awalnya doa atau mantra tersebut dipersembahkan kepada berbagai macam kekuatan alam seperti air, api, tanah, hujan, angin dan kekuatan alam lainnya yang dipercaya mempengaruhi kehidupan manusia. Saat manusia percaya bahwa setiap benda mati dapat menyimpan kekuatan alam sehingga bisa dibawa kemana-mana (dinamisme) maka doa atau mantra tersebut dipersembahkan kepada kekuatan alam yang terkandung dalam benda mati tersebut. Perkembangan selanjutnya adalah saat manusia percaya bahwa seluruh kekuatan alam mempunyai satu pemimpin besar (monoteisme). Saat manusia percaya pada satu pemimpin besar tersebut maka seluruh doa atau mantra tertuju kepada Sang Pemimpin Besar tersebut beserta dengan seluruh manifestasi-Nya.
(2)   Manusia dengan manusia
Lagu sebagai media komunikasi antara manusia dengan manusia mempunyai berbagai macam fungsi. Fungsi yang dimaksud adalah sebagai berikut.
a)      Hiburan
Fungsi yang paling diketahui secara umum adalah hiburan. Jadi lagu digunakan untuk membangkitkan rasa senang sebagai akumulasi dari kebutuhan estetis manusia yang menikmatinya. Lagu untuk kepentingan seperti ini diciptakan dengan melihat kebutuhan dari penikmatnya. Penikmat yang dimaksud ini bukanlah secara individual, namun lebih bersifat komunal. Berangkat dari konsep inilah maka muncul istilah lagu populer, yang berarti sebuah lagu hiburan harus dapat diterima oleh khalayak luas.
b)      Pendidikan
Lagu dengan fungsi pendidikan mempunyai tujuan untuk mengenalkan suatu bentuk yang ada di sekitar kehidupan manusia. Lagu dengan tujuan seperti ini umumnya digunakan pada tingkat pendidikan dasar. Tujuan lainnya adalah untuk meningkatkan pemahaman penikmat lagu pada suatu idealisme atau suatu kearifan yang dimiliki oleh masyarakat di suatu daerah. Idealisme dan kearifan adalah suatu hal yang secara harfiah sangat sulit dipahami. Kedua hal tersebut hanya dapat dimengerti dengan penelaahan secara mendalam. Penelaahan mendalam ini tentunya tidak semua orang dapat melakukannya, sedangkan idealisme dan kearifan adalah dua aspek pembentuk tatanan masyarakat yang ideal untuk mencapai tujuan yang telah disepakati bersama saat terbentuknya masyarakat tersebut. Karena itulah diciptakan media yang sederhana dengan syarat bisa menghibur dan sekaligus mendidik masyarakat. Jenis lagu seperti ini dapat dijumpai berbagai daerah.
c)      Propaganda
Propaganda adalah suatu bentuk komunikasi satu arah yang dilakukan secara berulang-ulang dengan tujuan menanamkan suatu pemikiran pemicu tindakan yang sesuai dengan harapan pembuat propaganda. Lagu yang diciptakan untuk tujuan propaganda umumnya dibuat singkat sehingga mudah diingat dan menggunakan gaya bahasa yang lugas sehingga maksud dan tujuan lagu dapat dengan sangat mudah dipahami. Muatan dari lagu-lagu propaganda dapat dibedakan berdasarkan produknya yaitu propaganda politik dan proaganda industri. Propaganda politik ini diwujudkan dengan lagu-lagu nasional. Propaganda industri dapat ditemui pada lagu-lagu pengiring iklan.
d)     Kesehatan
Banyak orang beranggapan bahwa lagu hanya dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit kejiwaan. Lagu umumnya hanya dianggap dapat mengurangi stress. Namun sebenarnya sebuah lagu mempunyai fungsi kesehatan yang lebih dari itu. Dalam tubuh manusia dikenal adanya syaraf otonom. Keseimbangan fungsi syaraf otonom ini sangat dipengaruhi oleh kondisi kejiwaan manusia. Disfungsi syaraf otonom dapat menyebabkan berbagai gangguan pada pencernaan, metabolisme tubuh, pernafasan dan syaraf motorik manusia. Karena itulah sebuah lagu yang tepat akan dapat memperbaiki kondisi kesehatan jiwa manusia. Pada kondisi jiwa yang sehat maka secara otomatis syaraf otonom tidak akan mengalami disfungsi, tentunya dengan kondisi organ tubuh lainnya juga dalam kondisi sehat.

2.      Lagu Bali
Lagu Bali telah lama berkembang di wilayah Provinsi Bali yang ada pada saat ini. Penambahan kata ”Bali” di belakang kata ”Lagu” menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan dalam pelafalan rangkaian kata berirama tersebut adalah Bahasa Bali. Bila mengacu pada konsep yang terpapar pada bagian pendahuluan dan jenis bahasa yang digunakan maka Lagu Bali sebenarnya sudah ada sejak Bali memasuki masa sejarah. Masa sejarah di Bali ditandai dengan adanya temuan Prasasti Sukawana A1. Prasasti berbahasa Bali Kuna ini berangka tahun 891 M. Jadi diperkirakan Lagu Bali telah ada sejak akhir Abad IX Masehi.
Fase perkembangan fungsi Lagu Bali diawali dengan fungsinya sebagai media komunikasi antara manusia dengan “Sang Pemimpin Besar” atau Tuhan. Hal ini ditunjukkan dengan kajian pada isi prasasti. Berdasarkan isi prasasti dapat diketahui bahwa sistem religi yang berkembang pada masa kerajaan Bali Kuna adalah Agama Hindu. Agama Hindu sendiri adalah yang mengenal satu pemimpin dari semua kekuatan alam (monoteisme). Wujud Lagu Bali yang berkembang pada masa ini adalah doa atau mantra.
Fase perkembangan selanjutnya adalah pada masa Bali Madya. Masa Bali Madya ini dimulai pada Abad XVII Masehi. Lagu Bali mulai menunjukkan perkembangan pesat dengan hadirnya berbagai macam kidung dan gending. Kidung dan gending ini umumnya bernafaskan ajaran Agama Hindu. Berbagai macam kakawin dan seloka berhasil diciptakan pada masa Bali Madya ini.
Fase terakhir adalah masa Bali Baru. Masa Bali Baru yang dimulai pada akhir Abad XIX Masehi ini menunjukkan perkembangan yang pesat pada Lagu Bali khususnya pada gending. Gending Bali yang dulunya lebih bersifat suci mulai bergeser kepada aspek pendidikan kepada Umat Hindu. Bahasa Bali yang digunakan adalah Bahasa Bali yang mudah dipahami banyak orang dari berbagai kelas sosial, walaupun kelas bahasanya adalah Bahasa Bali Singgih. Gending bukan hanya diilhami oleh konsep-konsep yang ada pada kakawin dan seloka, namun telah berkembang pada penggunaan cerita rakyat. Gending bahkan tidak hanya digunakan untuk hal-hal yang bersifat sakral, namun juga untuk pergaulan. Ini ditunjukkan pada gending-gending yang dilantunkan pada kesenian Janger. Gending­ dolanan yang digunakan untuk pendidikan atau permainan bagi anak-anak juga banyak diciptakan. Fenomena yang terjadi pada masa Bali Baru ini adalah peningkatan fungsi dari Lagu Bali dari hanya “sekedar” sebagai media komunikasi sakral menjadi media komunikasi antara manusia dengan manusia khususnya pada aspek hiburan dan pendidikan.

3.      Lagu Pop Bali
Lagu Bali terus berkembang hingga Bali memasuki masa modern. Masa modern secara sosiologis ditandai dengan peningkatan kualitas hidup manusia dengan hadirnya berbagai kemudahan yang ditawarkan. Kemudahan-kemudahan inilah yang memicu peningkatan jumlah kebutuhan hidup manusia, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang suka pada kesulitan. Penyebab yang sering ditemukan seorang manusia merasa dirinya sedang di posisi sulit adalah permasalahan jumlah kebutuhan yang beragam dengan kuantitas besar ini tidak diimbangi dengan jumlah penawaran sehingga berdampak pada peningkatan harga pada barang maupun jasa. Semua kondisi tersebut memicu tingkat persaingan hidup yang tinggi.
Tingkat persaingan hidup yang tinggi dalam kehidupan manusia modern tentunya menyebabkan gangguan kejiwaan pada berbagai tingkatan. Gangguan kejiwaan yang umum dialami adalah stress. Pada kondisi stress ini manusia memerlukan sebuah media penyembuh yang murah, aman dan efektif. Media pilihan utama adalah menikmati lagu sesuai selera dan kebutuhan rohani masing-masing individu. Kondisi tersebut juga ditemukan di Bali. Kondisi seperti itu pada akhirnya berdampak juga pada perkembangan Lagu Bali.
Lagu Bali pada masa modern pada akhirnya harus mengikuti perkembangan fenomena sosial yang berkembang di masyarakat. Hal ini bukan hanya dikarenakan alasan ekonomi dari sang Seniman. Bakti seorang seniman adalah memenuhi kebutuhan estetis manusia baik dengan tujuan menghibur maupun mendidik. Namun idealisme ini nampaknya mulai mengalami pergeseran hingga Lagu Bali pada masa modern (baca: Lagu Pop Bali) lebih condong hanya sebagai sebagai media hiburan. Lagu Pop Bali mulai menunjukkan eksitensinya pada akhir tahun 1980-an. Lagu yang paling terkenal pada masa awal perkembangan Lagu Pop Bali adalah Bungan Sandat
1)      Penggunaan bahasa
Lagu Pop Bali sebagai lagu pop daerah tentunya masih mempertahankan Bahasa Bali sebagai media utama. Bahasa yang digunakan sejak masa awal perkembangan Lagu Pop Bali terus mengalami pergeseran dari Bahasa Bali Singgih menjadi Bahasa Bali Sor. Penggunaan Bahasa Bali Sor ini bila dipandang dari sudut pandang ilmu komunikasi dirasakan lebih komunikatif karena akan lebih mudah dipahami oleh semua lapisan masyarakat di Bali. Namun bila dilihat dari sudut pandang pelestarian budaya maka kelestarian Bahasa Bali secara utuh mengalami ancaman serius. Perlu diingat bahwa bahasa daerah merupakan salah satu unsur pembentuk terciptanya budaya daerah yang menjadi jati diri masyarakat. Pengetahuan berbahasa Bali harus dikenalkan mulai usia dini. Hal ini diperlukan agar seorang anak terbiasa hidup di lingkungan yang berbudaya.
2)      Tema
Tema Lagu Pop Bali pada awal perkembangannya sangatlah beragam mulai dari tema yang bernafaskan agama, kearifan lokal hingga kehidupan manusia sehari-hari. Perkembangan selanjutnya tema lagu-lagu Pop Bali mengalami pengkerucutan kepada hubungan manusia dengan manusia khususnya hubungan antara pria dan wanita dalam konteks hubungan percinta. Tema percinta antara pria dan wanita ini mendominasi semua lagu Pop Bali yang beredar di pasaran. Pengkerucutan tema lagu Pop Bali secara psikologis dapat dimaklumi. Tuntutan hidup yang makin beragam dengan eskalasi permasalahan individual maupun komunal yang semakin cepat telah menuntut manusia mendapatkan media penghibur yang cepat, mudah dipahami, dan tidak membosankan. Tema percinta merupakan tema yang cepat dan mudah dipahami oleh pendengarnya. Tema percinta juga sangat mudah dieksplorasi sehingga secara cepat dapat menghasilkan lagu-lagu baru sehingga tidak menimbulkan kebosanan bagi pendengarnya. Pengkerucutan tema lagu Pop Bali pada hubungan pria dan wanita ini bila dipandang dari sudut pandang pelestarian budaya Bali adalah sangat berbahaya. Karena pada kondisi psikologis masyarakat yang ”sakit” maka hanya ada dua jenis pengetahuan yang dapat diterima. Pengetahuan pertama adalah pengetahuan dapat secara instant meningkatkan kualitas hidupnya. Pengetahuan kedua adalah pengetahuan yang dapat memberikan relaksasi sekejap pada kondisi kejiwaannya. Jadi bila tema lagu Pop Bali hanya berkutat pada tema yang itu-itu saja maka bukan tidak mungkin Ajaran-ajaran Hindu yang menjadi dasar Budaya Bali akan segera dilupakan. 
3)      Genre
Genre atau jenis musik pada masa modern ini ada banyak. Lagu Pop Bali juga mendapatkan pengaruh berbagai jenis aliran musik yang berasal dari luar Bali. Genre musik lagu Pop Bali pada awalnya adalah pop kreatif. Namun pada perkembangan selanjutnya genre musik Rap, R&B, Techno hingga Rock dengan berbagai alirannya juga mempengaruhi perkembangan Lagu Pop Bali. Masuknya berbagai macam genre musik dalam Lagu Pop Bali sebenarnya bukanlah sebuah masalah bagi perkembangan lagu pop ini sendiri. Namun bila genre musik dari luar Bali yang mempengaruhi maka bukan tidak mungkin akan tercipta rasa kagum yang mengakar dalam diri penikmatnya. Dampaknya jelas pada kegamangan jati diri dari penikmat Lagu Pop Bali yang nota bene adalah masyarakat dari Suku Bali. 
4)      Instrumen pengiring
Instrumen atau alat musik pengiring pada Lagu Pop Bali sejak awal telah menggunakan alat musik yang bukan khas Bali. Namun pada awal perkembangannya alat musik tradisional Bali masih digunakan. Pada saat ini penggunaan alat musik tradisional mulai jauh ditinggalkan dan digantikan alat musik modern. Alat musik tradisional tidak boleh dipandang sebelah mata mengingat itu merupakan warisan budaya yang harus selamanya ada. Pengaruh adanya musik modern ikut menurunkan kualitas musik tradisional. Kondisi seperti ini jelas menghambat upaya pengenalan alat musik tradisional kepada generasi muda. Namun hal tersebut tidak sepenuhnya disalahkan. Menyadari perkembangan globalisasi yang menyebabkan remaja pada masa kini berfikir modern. Kesadaran mengenai keunikan dan pentingnya musik tradisional harus disadari seluruh masyarakat terutama generasi muda yang sebagai generasi penerus bangsa.
5)      Komparasi dengan lagu pop daerah lainnya
Komparasi atau perbandingan lagu Pop Bali dengan pop daerah lainnya ini diarahkan pada esensi sentimental dari penikmatnya. Esensi sentimental dalam konteks pembahasan ini adalah dampak emosional dari para penikmat lagu daerah ini. Lagu pop yang menjadi pembanding adalah Lagu Pop Osing yang berasal dari Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa Timur. Perbandingan esensi sentimental dilakukan pada penikmat Lagu Pop Osing di Bali dan penikmat Lagu Pop Bali yang ada di luar Bali. Metode yang digunakan adalah wawancara terbuka.Lagu Pop Osing adalah lagu pop daerah yang menggunakan Bahasa Osing sebagai media pelafalan lagu yang diciptakan. Bahasa Osing sendiri adalah bahasa yang digunakan oleh Suku Osing. Suku Osing mempunyai jumlah penduduk yang kecil dan menempati wilayah yang tidak luas bila dibandingkan dengan jumlah penduduk total dan luas wilayah keseluruhan dari Kabupaten Banyuwangi. Namun uniknya lagu pop ini dapat diterima di seluruh wilayah Kabupaten Banyuwangi, bahkan masyarakat dari wilayah tapal kuda Jawa Timur (Lumajang, Bondowoso, Jember, Situbondo dan Probolinggo) juga menggemari lagu pop ini. Popularitas Lagu Pop Osing bahkan sampai jauh di luar wilayah hidup Suku Osing. Penjualan kaset dan CD lagu Pop Osing di Bali bahkan mengimbangi penjualan untuk lagu Pop Bali di Provinsi Bali sendiri. Salah satu radio swasta di Denpasar bahkan memiliki program khusus yang menyiarkan lagu Pop Osing dan informasi yang didapat menunjukkan bahwa program ini tidak pernah sepi atensi dari penggemarnya yang ada di Bali. Popularitas seperti ini muncul karena esensi sentimental yang didapatkan oleh penggemarnya. Esensi sentimental yang dimaksud adalah rasa rindu pada kampung halaman. Aspek sentimental ini muncul karena dari aspek bahasa, tema, genre dan instrumen pengiring lagu masih sangat kental dengan budaya yang bukan hanya Masyarakat Osing namun juga Masyarakat Banyuwangi secara luas. Esensi sentimental dari penggemar Lagu Pop Bali di luar Provinsi juga dirasakan. Namun rasa rindu kampung halaman ini hanya dipicu oleh lagu Pop Bali pada era 1980-an hingga era 1990-an. Berbeda dengan Lagu Pop Osing yang oleh penggemarnya merasakan esensi sentimentalk hingga pada lagu keluaran terbaru. Jadi secara budaya maka Lagu Pop Bali kalah unggul dibandingkan lagu Pop Osing.      


4.      Penutup
Tulisan sederhana ini dipersembahkan sebagai wujud penghargaan pada usulan yang sangat brilian untuk mengadakan Lomba Lagu Pop Bali di Kemah Budaya I Tingkat Kabupaten Badung. Kebrilianan ini bukan hanya dikarenakan Lagu Pop Bali nantinya dapat digunakan sebagai media pembelajaran Bahasa Bali, namun juga bisa digunakan sebagai media untuk memperbaiki kelestarian Budaya Bali yang terus menerus mengalami penurunan kualitas. Karena Lagu Pop Bali bila dikembangkan dan dimanfaatkan secara benar akan dapat meningkatkan pemahaman penikmat lagu pada suatu idealisme atau suatu kearifan yang dimiliki oleh masyarakat di Provinsi Bali. Idealisme dan kearifan adalah dua aspek utama pembentuk tatanan masyarakat yang ideal untuk mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. Tujuan yang dimaksud adalah ke-ajeg-an Bali baik dari manusia maupun budayanya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKNA FILOSOFIS DAN TEOLOGIS PADA UPAKARA DAKSINA SERTA UPARENGGA KLANGSAH/KELABANG PADA UPACARA AGAMA HINDU DI BALI

Pelatihan Observasi Bawah Air (OBA): Upaya untuk Melestarikan Ekosistem Perairan Bali

Kemah Budaya VI : Juara 1 Lomba Karya Tulis Ilmiah (Putra)